Mamuju, iS – Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) melaksanakan Konsultasi dan Penyelarasan Rancangan Awal (Ranwal) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sulbar Tahun 2025 – 2045 pada Rabu (31/1/2024).
Kegiatan dilaksanakan secara hybrid. Hadir secara luring, Kepala Badan, Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian, Evaluasi Pembangunan Daerah (PPEPD), dan Pejabat Fungsional (PjF) Perencana Ahli Muda Bapperida Sulbar bersama para Pejabat Fungsional Direktorat PEIPD Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kantor Ditjen Bina Bangda Kemendagri.
Hadir pula perwakilan dari berbagai Kementerian/Lembaga dan OPD Lingkup Sulbar secara daring melalui aplikasi virtual meeting.
Pertemuan dibuka oleh Analis Kebijakan Ahli Madya Urusan Wilayah III Direktorat PEIPD Ditjen Bangda Kemendagri, Wisnu Hidayat.
Kegiatan diawali pemaparan Ranwal RPJPD Sulbar Tahun 2025 – 2045 oleh Kepala Bapperida Sulbar, Junda Maulana. Usai pemarapan Ranwal RPJPD Sulbar, dilanjutkan sesi penyelarasan RPJPD dengan RPJPN.
Sementara Perencana Ahli Utama Bappenas, Jadhie J. Ardajat menyampaikan,
Gambaran umum dari RPJPN 2025-2045 yang harus diseleraskan dengan RPJPD hampir di setiap provinsi merupakan suatu kondisi yang berbeda dengan RPJPD 20 tahun yang lalu. RPJP saat ini yang mendapatkan penjelasan merupakan wakil dari bappeda provinsi.
“Perlunya ada konteks imperatif dalam proses penyusunan RPJPD. Dihadapkan pada kondisi 20 tahun mendatang harus menjadi negara maju, karena harus keluar dari middle income trap. Jika tidak bisa keluar maka selamanya tidak akan pernah menjadi negara maju dan terperangkap dalam middle income trap. Pemerintah dalam RPJPN 20 tahun mendatang membuat kerangka pembangunan yang bersifat transformatif dalam berbagai bidang.
“Proses penyelarasan penting bagi bappeda provinsi karena pemerintah provinsi menjadi kepanjangan tangan pemerintah pusat. Dalam konteks penyelarasan, rancangan awal RPJPD Sulbar agak berbeda dengan yang dipresentasikan (sudah ada pembaharuan).
“Berdasarkan yang disampaikan, terlihat dokumen RPJPD yang telah disusun hampir identik dengan RPJPN. Harapanya dapat terus disempurnakan dan dielaborasi secara berkesinambungan.
Berbagai tanggapan dan masukan juga disampaikan oleh perwakilan berbagai Kementerian dan Lembaga di tingkat pusat untuk penyempurnaan RPJPD Sulbar Tahun 2025 – 2045.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bapperida Sulbar, Junda Maulana memaparkan, bahwa Pengembangan pusat pertumbuhan wilayah dalam ranwal sudah tertera dengan jelas tercantum yaitu.
“Kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan di Sulbar seperti kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan peternakan, kawasan pertambangan, kawasan industri, dan sebagainya,” kata Junda.
“Selanjutnya akan didetailkan.
Akan ada beberapa kali FGD untuk menajamkan substansi RPJPD begitu juga dengan 17 arah pembangunan yang diselaraskan dengan sasaran pokok yang ada di RPJPD tanpa mengubah kalimat dari arah dan tujuan pembangunan kecuali IE 10,11,12,” paparnya.
Selain itu, Junda juga menyampaikan Semua masukan dicatat namun harapanya ada masukan tertulis agar lebih mudah dimengerti dan menghindari perbedaan persepsi.
Sementara, Kepala Bidang PPEPD Bapperida Sulbar, Hasanuddin menyampaikan bahwa. “Perlu konfirmasi apakah dalam penyusunan RPJPD bersifat rigid sampai pada tahap mikro,”
Saat ini melakukan internalisasi dan integrasi KLHS dalam dokumen RPJPD sesuai rekomendasi dari KLHS.
“10 Indikator yang masih kosong masih dalam tahap mencari referensi data proxy yang paling tepat,” sebut Kabid PPEPD Bapperida Hasanuddin.
Perencana Ahli Muda Bapperida Sulbar, Angga Tirta Wijaya juga menyampaikan.
Dalam buku 1 SEB terdapat meta data indikator utama pembangunan. Ada beberapa indikator yang sulit diturunkan ke level kabupaten/kota. Harapannya ada kerjasama dengan BPS agar BPS dapat menyediakan 45 indikator pembangunan tersebut yang datanya sampai ke level kabupaten/kota.
Provinsi sebagai wakil pusat di daerah dalam pendampingan ke pemerintah kabupaten/kota yang harus selaras dan berpedoman dengan RPJPD provinsi menjadi sebuah keharusan untuk mempedomani dokumen dari pemerintah pusat.
Angga Tirta Wijaya sebut, Jika ada indikator yang tidak dapat diturunkan ke level kab/kota maka perlu proxy untuk mendekati indikator tersebut. Dalam RPJPN menyinggung bagaimana melakukan pendanaan pembangunan.
“Perlu adanya kesepakatan dan keselarasan untuk RPJPD provinsi khususnya di Bab Penutup, apa substansi yang harus dijelaskan,” tutup Angga. (Dewi)