Jakarta, Inisulbar.com — Uni Eropa bersama kedutaan besar Negara-negara Anggota Uni Eropa di Jakarta meluncurkan Pekan Diplomasi Iklim (Climate Diplomacy Week) di Indonesia, Senin (11/10/2021). Hal ini merupakan bagian dari kampanye global tahunan untuk mendorong kolaborasi dan aksi positif terkait perubahan iklim.
Diselenggarakan mulai 11 hingga 16 Oktober 2021 dengan tema “Ambition and Action” atau ‘Ambisi dan Aksi’. Pekan Diplomasi Iklim ini diadakan secara virtual dengan beragam materi dan agenda webinar yang fokus membahas berbagai permasalahan lingkungan. Mulai dari tata kelola hutan, hingga penggunaan bahan bakar rendah karbon.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket, mengatakan Laporan ilmiah terbaru dari Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB memperingatkan bahwa pemanasan global bisa melampaui 1,5°C dalam kurun waktu dua dekade.
“Negara-negara di berbagai belahan dunia mengalami dampak buruk perubahan iklim. Dalam beberapa bulan dan minggu terakhir, kita menyaksikan lagi terjadinya kebakaran, banjir dan kekeringan terparah dalam beberapa dekade akibat krisis. Kita perlu bersatu sedini mungkin untuk melakukan transformasi menuju masa depan yang rendah emisi dan memiliki ketahanan iklim,” ungkap Vincemt Piket
Laporan IPCC tersebut sekaligus menegaskan bahwa bumi memanas secara cepat karena faktor manusia. Aksi yang jelas dan lebih ambisius dibutuhkan secara internasional untuk membatasi pemanasan global pada 1,5°C dan mencapai nol emisi pada tahun 2050.
Untuk mencapai target ini, semua negara perlu untuk berbagi data terkini dan meningkatkan Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (Nationally Determined Contribution/ NDC) dan Konferensi Perubahan Iklim 2021 PBB (COP 26), yang akan berlangsung di Glasgow November mendatang, perlu untuk menyepakati elemen Perjanjian Paris yang tertunda, termasuk tentang transparansi dan perdagangan emisi.
“Uni Eropa telah melakukan bagiannya dengan mengadopsi Kesepakatan Hijau Eropa (European Green Deal), yaitu peta jalan menuju netralitas iklim Uni Eropa pada tahun 2050. Kami juga mengadopsi paket ‘Fit for 55’ yaitu proposal legislatif dan kebijakan untuk memenuhi target pengurangan emisi setidaknya 55% pada 2030, dibanding tingkat ditahun 1990,” tegas Duta Besar Uni Eropa Piket.
“Kami mendorong dialog serta aksi iklim yang kolaboratif dan inklusif. Melalui Pekan Diplomasi Iklim, kami mencoba menumbuhkan saling pengertian dengan berbagai kelompok masyarakat melalui partisasi Pemerintah Indonesia, organisasi masyarakat sipil, kelompok pemuda dan sektor swasta,” tambahnya.
Pekan Diplomasi Iklim 2021 akan mengangkat lima bidang tematik, yang semuanya relevan dengan tema besar ‘Ambisi dan Aksi’. Ke-5 sub-tema tersebut adalah:
- Meningkatkan Ambisi Iklim
- Transformasi Ekonomi
- Pelestarian Ekosistem
- Mengajak Keterlibatan Semua Pihak
- Sarana untuk Mencapai Ambisi
“Krisis iklim adalah krisis planet. Oleh karena itu pengurangan emisi harus menjadi upaya kolektif global. Selama lima hari ke depan akan ada 15 kegiatan yang menunjukkan bahwa kita peduli, kita mampu, dan kita melakukannya – untuk meningkatkan aksi kolektif di berbagai kelompok masyarakat. Kita semua memiliki kepentingan yang sama untuk menjaga agar target 1,5°C tetap dalam jangkauan. Semoga kegiatan ini dapat menginspirasi terciptanya kerjasama untuk mewujudkan berbagai aksi yang dapat kita lakukan bersama untuk bumi yang lebih sehat,” tutup Duta Besar Piket.
Sementara itu, Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel menjelaskan, Tahun ini menandai titik kritis dalam perlindungan keanekaragaman hayati dan melukai perubahan iklim seperti kebakaran hutan yang menghancurkan di Mediterania, banjir ekstrem di Eropa termasuk Jerman dan negara tetangga.
“Jerman hadir di sini untuk meningkatkan alokasi anggaran dalam pembiayaan iklim dari 5 miliar euro menjadi 6 miliar euro secara manual, setidaknya pada tahun 2025. CBD COP 15 dan UN FCCP COP 26 sangat menentukan bagi generasi mendatang, dan kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan mitra global kami seperti Indonesia untuk mengambil tindakan,” ungkap Ina Lepel.
Sedangkan, Beata Stoczyńska, Duta Besar Polandia untuk Indonesia menyampaikan Setiap tahun Polandia selalu berpartisipasi dalam Pekan Diplomasi Iklim untuk membahas isu lingkungan mengingat topik lingkungan adalah prioritasnya di Jakarta. Bersama Uni Eropa, Polandia juga terlibat dalam upaya mitigasi emisi CO2 dalam pertemuan di Glasgow. Negaranya juga telah melaksanakan tiga kali konferensi terkait Konvensi Iklim.
“Polandia telah bertransformasi sebagai negara dengan ekonomi pasar, dimana ekonomi kami tumbuh 300% sementara emisi telah berkurang 30%. Inilah salah satu bukti nyata kontribusi Polandia terhadap perubahan iklim,” tegas Duta Besar Polandia itu.
Pekan Diplomasi Iklim 2021 kali ini menghadirkan 40 pembicara dalam 15 sesi seperti webinar, sesi bincang, dialog; dan sejumlah kegiatan lainnya termasuk aksi tanam pohon bakau. Pada kesempatan tersebut, hadir memberikan sambutan, Vincent Piket (Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia), Lars Bo Larsen (Duta Besar Denmark untuk Indonesia), Ina Lepel (Duta Besar designate Jerman untuk Indonesia), Beata Stoczyńska (Duta Besar Polandia untuk Indonesia), Henritte Faergemann (Konselor Pertama urusan Lingkungan, Aksi Iklim, Digital dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia). Juga pernyataan dari dua perwakilan pemuda Dunia yaitu, Joshua Steib; wakil kelompok pemuda pada United Nations Youth Summit dan Pre COP 26 di Milan, Italia dan Fabby Tumiwa; IESR Executive Director & Civil Societies Representative.
Sebagai perwakilan pemuda dari Indonesia, Fabby Tumiwa yang merupakan IESR Executive Director & Civil Societies Representative mengungkapkan Laporan IPCC AR6 adalah hal yang menjelaskan bahaya besar jika tidak segera disikapi secara serius.
“Laporan IPCC AR6 mengungkapkan bahaya besar jika kita tidak segera bertindak mengurangi emisi gas rumah kaca demi menyelamatkan kehidupan generasi masa depan kita. Krisis iklim adalah masalah serius dan mendesak, dan menanggulangi bencana iklim adalah misi kemanusiaan global,” jelasnya.
“Indonesia merupakan salah satu penghasil emisi terbesar secara global Di masa depan perlu di transformasikan penyebaran cepat energi terbarukan, penggunaan pembangkit listrik tenaga batubara dan secara bertahap mengurangi emisi lebih dalam menuju dekarbonisasi pada tahun 2060. Mari kita berkolaborasi untuk ambisi iklim yang lebih tinggi dan lebih tinggi,” tutup aktivis lingkungan dunia itu.
Editor : Iqbal Tabah