Tingkatkan Investasi dan Produktivitas Hutan Produksi, Ini Terobosan Pemerintah

oleh
oleh

Jakarta, iS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Sekretaris Jenderal KLHK, yang juga pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK, Bambang Hendroyono, melalkukan jumpa pers terkait penyiapan terobosan untuk meningkatkan Hutan Produksi di Indonesia, Jakarta (03/01).

Beberapa terobosan dimaksud Bambang antara lain adalah kemudahan investasi pemanfaatan Hutan Produksi, pengembangan usaha di Hutan Alam (HA) dan Hutan Tanaman Industri (HTI), pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan Jasa Lingkungan, kemudahan investasi industri dan ekspor produk hasil hutan, serta optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kontribusi Hutan Produksi terhadap ekonomi Indonesia pada tahun 2019 dapat dikatakan menurun. Dari PNBP misalnya, pada tahun 2019 tercatat penerimaan sebesar 2,73 trilyun Rupiah, lebih kecil dari tahun 2018 yang mencapai 2,86 trilyun Rupiah. Produksi kayu bulat pada tahun 2019 dari HA sebanyak 6,77 juta m3, HTI sebanyak 36,23 juta m3. Jumlah tersebut produksinya menurun dari tahun 2018, yang mana dari HA memproduksi kayu bulat sebesar 8,60 juta m3, dan HTI sebesar 40,14 juta m3. Tingkat investasi juga menurun, tahun 2019 nilai investasi sebesar 128,14 trilyun Rupiah, sedangkan tahun 2018 lebih besar yaitu 155,71 trilyun rupiah.

Menurut Bambang, terdapat kenaikan dari produksi HHBK. Tahun 2019 mencatat produksi dari sektor non kayu ini naik secara signifikan yaitu sebesar 474.198 ton dari sebelumnya tahun 2018 yang hanya sebesar 329.633 ton. Ekspor hasil hutan pada tahun 2019 juga sedikit meningkat yaitu senilai 11,64 milyar Dolar Amerika, sedangkan tahun 2018 senilai 11,27 milyar Dolar Amerika. Tenaga kerja yang terserap dari sektor Hutan Produksi mencapai angka 388.974 tenaga kerja, tidak beda jauh dibandingkan dengan tahun 2018 sebanyak 382.279 tanaga kerja.

“Menurunnya produktivitas Hutan Produksi serta kontribusinya terhadap ekonomi membuat pemerintah terus melakukan terobosan-terobosan dan strategi,” pungkasnya.

Bambang menjelaskan lebih lanjut mengenai pemanfaatan HA, strategi yang dilakukan pemerintah adalah dengan menjamin kepastian usaha, penerapan teknik Silvikultur Intensif (Silin) dalam pengelolaan HA, penerapan Reduced Impact Logging (RIL), Pengembangan multi bisnis, evaluasi kinerja, integrasi dengan industri, serta penerapan multisystem silvikultur.

Sedangkan dalam pembangunan HTI, Bambang menggarisbawahi bahwa pengembangan HTI mini atau Hutan Tanaman Rakyat (HTR) ditujukan untuk penyerapan tenaga kerja dan UKM. HTI dan HTR diarahkan untuk mendukung sektor industri nasional. Jenis tanaman hutan berkayu, tanaman budidaya tahunan berkayu maupun jenis lainnya di HTI atau HTR diarahkan untuk mendukung industri hasil hutan, bioenergi, pangan, obat-obatan, kosmetika, kimia, dan pakan ternak.

“Sedangkan dalam pengembangan HHBK dan Jasa Lingkungan, pemerintah melakukan beberapa strategi. Untuk HHBK sendiri, upaya yang dilakukan antara lain, identifikasi dan pemetaan potensi HHBK, pemberian insentif kebijakan fiskal, pengembangan industri HHBK melalui klasterisasi, multi usaha HHBK dalam IUPHHKHA/HT/RE, penetapan harga komoditas HHBK di tingkat petani, penyiapan pelayanan, pencatatan dan pelaporan secara elektronik, pengembangan sentra produksi rotan dan bambu, hingga usulan investasi modal asing pada usaha HHBK dapat mencapai 100%,” jelasnya.

“Pada sektor Jasa Lingkungan, peningkatan produktivitasnya dilakukan dengan beberapa strategi antara lain, revisi regulasi perizinan yang disesuaikan Online Single Submission (OSS) dengan kewenangan izin wisata alam dipusat jika terjadi kemandegan perizinan di daerah. Kemudian melakukan identifikasi dan pemetaan potensi wisata alam, harmonisasi regulasi perdagangan karbon, pengembangan wisata alam dengan skema kerjasama KPH dan pihak ketiga, multi usaha jasa lingkungan dalam areal IUPHHK-HA/HT/RE, serta usulan investasi modal asing pada usaha wisata alam,” tukasnya.