Mamuju, Inisulbar.com — Sustainable Developments Goals (SDGs) yang diproklamirkan berbagai negara dunia, termasuk Indonesia diharapkan dapat tercapai di 2030 mendatang. Terdapat 17 Goals atau tujuan dari SDGs tersebut, salah satunya Goals ke 5 tentang kesetaraan gender dimana termuat peran berbagai pihak untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak.
Kegiatan Media Gathering ini akan membincang.
Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuam atau KAPAL Perempuan sebagai lembaga yang bergerak dalam isu-isu terkait gender dan pendidikan advokasi bagi perempuan sejak tahun 2000, kini bekerjasama dengan Jaringan Equal Measure (EM2030) bekerja sama dalam membangun Gerakan Advokasi Berbasis Data untuk Pencapaian SDGs
Dalam Talkshow serta Media Gathering yang digelar secara Virtual, Senin, (16/8/2021) dengan mengangkat tema Data Mendorong Perubahan Kekuatan dan Tantangan Pencapaian SDGs di Masa Pandemi COVID-19. Institut Kapal Perempuan bersama Equal Measures 2030 merilis sejumlah data dan problematika terkait pendampingan atas korban tindak kekerasan terhadap perempuan serta korban pernikahan usia dini yang terjadi di wilayah dampingannya.
Monitoring and Evidence Generation for Change Regional Coordinator, EM2030 dalam paparannya mengurai rangkuman 51 indikator peka gender untuk 14 dari 17 tujuan berkolaborasi dengan 10 organisasi mitra, di 129 negara salah satunya Institut KAPAL Perempuan. Secara umum, skor indeks rata-rata 129 negara mewakili 95% dari perempuan dan anak perempuan dunia berada 65,7 dari skor 100. Dari sini, kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak masih menjadi masalah global serius.
Sementara itu, Justin Anthonie, Koordinator Advokasi dan SDGs, Institut KAPAL Perempuan, menyatakan dalam “Penelitian Perkawinan Anak di kab. Bogor, oleh Institut KAPAL Perempuan dan KPPPA, 2019, strategi advokasi berbasis data yang teritegrasi dengan pemberdayaan perempuan dapat menjadi pendorong kebijakan dan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak.
“Hal ini penting karena masih kuatnya budaya yang menganggap perempuan terlambat menikah adalah aib. Bahkan saat ini di Indonesia berkembang kelompok yang mengkampanyekan untuk mempercepat perkawinan di usia muda. Penyadaran masyarakat ini juga dilengkapi dengan penguatan kapasitas untuk menangani kasus-kasus perkawinan anak melalui Pendidikan Kesadaran Hukum untuk Komunitas Dalam Penanganan Kasus Perkawinan Anak, bekerjasama dengan KPPPA pada 25 – 26 Agustus 2020 dan 1-2 September 2020,” ungkap Justin
Data UN Women tahun 2020 Menilai Dampak COVID-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia masih rendah pencapaian terkait kesetaraan gender. Laporan EM2030 tahun 2019 dalam SDGs Gender Indeks dan Indonesia berada di peringkat 69 dari 129 negara dan ditingkat 11 dari 23 negara ditingkat regional Asia Pasifik. Secara global, menurut SDGs Gender indeks, tidak ada satupun negara yang kesetaraan gendernya dalam posisi aman.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, namun kesetaraan gender masih stagnan di Indonesia, sebagaimana SDGs tahun 2019 dimana pencegahan perkawinan anak belum mencapai target Roadmap SDGs 2019 sebesar 10,59 persen. Diantara faktor yang menyebabkannya adalah belum memadainya implementasi UU Perkawinan No 16 Tahun 2019 dan lambannya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, intervensi program, anggaran, dan kesadaran publik. Pandemi COVID-19 memperparahnya.
Laporan UNFPA (United Nations Fund for Population Activity) memprediksi di tahun ke depan terjadi peningkatan 13 juta anak dan lonjakan besar di negara-negara yang tingkat perkawinan anaknya tinggi termasuk Indonesia. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) mengungkapkan catatan kenaikan kasus di Pengadilan Agama tahun 2017 berjumlah 13.095 perkara, dan 13.815 perkara tahun 2018, serta 24.864 perkara tahun 2019, dan 33.664 kasus hanya dari Januari – Juni 2020.
Kondisi ini menujukan peringatan keras bahwa deretan angka tersebut menyangkut ancaman masa depan dari resiko Lost Generation, memburuknya kesehatan perempuan, pendidikan anak perempuan, feminisasi kemiskinan dan merosotnya kualitas hidup perempuan. Meski begitu, muncul inisiatif-inisiatif organisasi perempuan dan perempuan dari kalangan akar rumput untuk menangani dampak pandemi yang kurang mendapatkan perhatian semua pihak. Diantaranya masalah perkawinan anak, kekerasan seksual dan KDRT yang meningkat dan semakin berlipat kerentanannya.
Hadir pada Kegiatan tersebut, 5 pemimpin perempuan akar rumput, pimpinan sekolah perempuan yang digagas Institut Kapal Perempuan. yaitu Saraiyah dari Sekolah Perempuan Desa Sukadana Kabupaten Lombok Utara, NTB. Siska dari Sekolah Perempuan Desa Montong Betok, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Winaniarti dari Sekolah Perempuan Desa Pandan Wangi, Kabupaten Lombok Timur,NTB. Yerni Selly Bolu dari Pendamping Komunitas Desa Tanah Merah, Kabupaten Kupang, NTT. Serta Lilik Indrawati dari Sekolah Perempuan Desa Kesamben Kulon, Kabupaten Gresik, Jawa Timur
Saraiyah pun bercerita terkait pengalamannya mrlakukan pendampingan dan advokasi terhadap korban atas tindak pidana pelecehan seksual di desa Mumbulsari, Lombok Utara, yang merupakan yatim berumur 7 tahun
“Saya minta tolong bantuannya ya… Lagi mencari pelaku dan anaknya kini saya bawa. Kasusnya menyedihkan sekali. Eh baru sampai rumah, anaknya sakit lagi. Selama ini, Bapaknya sering marah dan pernah memukul dan mencaci maki. Kondisi anak merasakan ketakutan saat bapaknya marah dan pulang. Tapi saya tetap semangat, bekerja membantu masyarakat. Meskipun awalnya sejumlah kalangan mencibir yang saya lakukan,” ungkap Saraiyah
Banyaknya problematika terkait kasus-kasus yang menimpa perempuan membutuhkan kepekaan seluruh pihak untuk lebih bersimpati dan meninggalkan budaya patriarki selama ini. Seperti halnya pernikahan usia dini yang kerap dipraktikkan di daerah menjadi penting untuk tidak lagi dilakukan dan mendukung setiap orang untuk mendapat perlakuan yang adil dan bermartabat sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Acara talkshow dalam rangkaian itu dipandu langsung Sonya Helen, Jurnalis Harian Kompas dengan narasumber Rohika Kurniadi Sari S.H., M.Si, Asisten Deputi Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Strategi Penanganan Perkawinan Anak dalam Konteks Pandemi COVID-19 serta Drs. H. M. Juani Taofik, M. AP, Sekertaris Daerah Kabupaten Lombok Timur, NTB, Implementasi Peraturan Bupati tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Keberhasilan Mendorong Pembentukan Peraturan Desa di 139 Desa di Lombok Timur.
Institut Kapal Perempuan juga mrnjalin mitra dan kerjasama dengan LPSDM – NTB, KPS2K – Jawa Timur, Kartini Manakarra – Sulawesi Barat, YKPM – Sulawesi Selatan. Berbagai capaian dan inisiatif berhasil dikembangkan dalam upaya mencegah kekerasan berbasis gender terutama perkawinan anak di masa pandemi ini.