Pemerintah Diharapkan Atasi Dualisme Lembaga Adat Masyarakat Botteng

oleh
oleh

Mamuju, iS – Menanggapi kunjungan Pj Gubernur Sulbar, Akmal Malik, beberapa waktu lalu di Botteng yang menjanjikan bantuan pembangunan Rumah Adat Kerajaan atau To Makaka Botteng, mendapat sorotan.

Sorotan tersebut dilayangkan sekelompok masyarakat di wilayah Botteng itu sendiri.

Pasalnya, telah terjadi dualisme pada internal To Makaka Botteng sejak awal 2022 lalu.

Dualisme terjadi setelah dua orang yang dilantik dua kelompok masyarakat dan masing-masing mengklaim sebagai To Makaka Botteng yang sah.

To Makaka Botteng yang dikunjungi Pj Gubernur di Desa Botteng Utara merupakan To Makaka kedua yang dianggap sebagai pihak yang menentang To Makaka pertama yang dilantik sebelumnya.

Menurut salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Pj Gubernur mungkin belum mengetahui tentang kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat Adat Botteng.

“Orang-orang yang memberikan informasi ke Pj Gubernur mungkin tidak secara utuh menyampaikan kondisi yang sebenarnya, bahkan disinyalir hal ini dijadikan alat oleh oknum atau kelempok tertentu untuk tujuan tertentu,” kata sumber meminta identitasnya tidak di beberkan, Selasa (7/2/2023).

Hal tersebut ia sampaikan karena menurutnya, pemerintah seharusnya mengambil peran sebagai mediator untuk memediasi dua kubu tersebut, agar dapat melakukan rekonsiliasi untuk dapat menyatukan kembali lembaga adat, sehingga masyarakat tidak lagi resah.

Di tempat yang sama, sumber lain mengatakan bahwa keinginan Pj Gubernur untuk membantu masyarakat di Eks Distrik Botteng merupakan suatu hal yang sangat baik dan patut diapresiasi sebagai bukti perhatian pemerintah kepada masyarakatnya.

Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pemberian bantuan bibit, perbaikan jalan tani dan pemberian bea siswa sangat diharapkan untuk dapat diwujudkan oleh Pj Gubernur.

“Akan tetapi, hal yang berkaitan dengan adat atau lembaga Adat Botteng salah satunya rencana Pembangunan Rumah Adat Botteng ini sebaiknya ditunda karena hal ini dapat memicu kegaduhan bahkan konflik sosial oleh kedua Kelompok ini,” kata dia.

Apalagi Masyarakat Botteng sudah memiliki Balai Adat di Dusun Dolangan, Desa Salletto, yang dibangun pada zaman kepemimpinan Gubernur AAS walau kondisinya kurang terawat tapi setidaknya Balai adat ini dapat direhabilitasi karena selama ini memang sudah sering digunakan dalam kegiatan kemasyarakatan hanya memang sudah perlu dilakukan perbaikan.

Pembangunan Rumah Adat yang baru dianggap sebagai hal yang tidak penting bahkan kesannya pemborosan.

Masalah adat ini adalah masalah yang sensitive yang dapat menimbulkan gejolak dalam masyarakat olehnya sebelum memasuki area ini harusnya dapat dicermati dengan baik karna sudah banyak contoh konflik adat yang terjadi di negara kita ini.

Ia juga berharap, masalah dualisme lembaga Adat di Masyarakat Adat Botteng ini dapat dilihat oleh pemerintah daerah khususnya untuk sekali lagi dapat diselesaikan dengan baik .

Dan hal yang lebih urgen untuk didorong adalah dibentuknya Kecamatan Botteng Raya sebagai upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada Masyarakat.

Sebagaimana diketahui Distrik Botteng ini adalah satu satunya Distrik yang belum menjadi Kecamatan dalam Pemerintahan Swapraja Mamuju.(*)