Mamuju, Inisulbar.com, – Pelaksanaan debat publik pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mamuju putaran pertama pada 2 November lalu menyisakan sejumlah catatan, Khususnya bagi pasangan calon nomor urut 1 Siti Sutinah Suhardi dan Yuki Permana.
Salah satu hal yang menjadi perhatian ialah tidak tersedianya akses untuk memperoleh informasi bagi sebagian masyarakat difabel Mamuju dengan tidak ditampilkannya juru Bahasa Isyarat.
Hal tersebut jelas bertolak belakang dengan prinsip kesetaraan dalam Pemilu, khususnya hak dalam memperoleh Informasi.
Calon Bupati Petahana Mamuju Dr.Hj.Sitti Sutinah Suhardi berharap KPU Mamuju dapat menghadirkan Juru Bahasa Isyarat (JBI) pada debat putaran kedua Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mamuju pada Sabtu (9/11/2024) esok.
“Saya meminta dan berharap kepada KPU Mamuju untuk memastikan pada debat besok dapat menghadirkan JBI langsung, banyak masyarakat difabel kita di Mamuju yang ingin mengetahui proses debat yang dilangsungkan,”ucap Sutinah Suhardi, Jumat (8/11/2024).
Dengan menghadirkan langsung JBI ini untuk membantu pemilih difabel mengetahui isi debat yang dilangsungkan. Selain itu kalangan difabel, termasuk tuna rungu, mereka harus memiliki hak untuk mendapatkan informasi mengenai sosok maupun visi misi para paslon yang bertarung dalam Pilkada Mamuju 2024. Dengan demikian, mereka bisa menentukan pilihan dalam Pilkada 2024.
“Dengan adanya juru bahasa isyarat, maka teman-teman difabel khususnya yang memiliki keterbatasan di pendengaran dan bicara, bisa lebih mengenal para calon dan memperoleh informasi dari materi debat kedua ini,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Gema Difabel Mamuju, Safaruddin, juga menyampaikan kekecewaannya terhadap penayangan debat perdana pemilihan bupati dan gubernur Sulawesi Barat yang dinilai mengabaikan hak pemilih difabel, khususnya mereka yang tuna rungu memiliki gangguan pendengaran.
Kekecewaan ini muncul karena dalam siaran debat tersebut tidak disediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang dapat membantu pemilih yang memiliki keterbatasan pendengaran yang tidak memahami jalannya debat.
Safaruddin menegaskan pentingnya kehadiran JBI dalam debat publik, terutama sebagai bentuk penghargaan terhadap hak informasi pemilih difabel.
“Kami kecewa karena teman-teman yang alami gangguan pendengaran tidak mendapatkan akses informasi yang layak. KPU perlu menunjukkan keseriusan dalam memastikan seluruh pemilih, termasuk difabel, bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan pilihan,” pungkas Safaruddin. (*)